header ads

GELAR ANDI


MANARANG – NET : Gelar Andi memiliki cerita sejarah yang cukup panjang. Semua terangkum dalam kebudayaan masyarakat Bugis. Untuk itu, ketika membicarakan gelar yang satu ini, kebudayaan masyarakat Suku Bugis secara tidak langsung juga akan ikut dibicarakan. Mari membahas mengenai Suku Bugis berikut ini !!!
SUKU BUGIS

Anggota masyarakat suku ini merupakan hasil gabungan dari berbagai etnis. Masyarakat Melayu dan Minangkabau yang datang ke daerah ini, tepatnya Kerajaan Gowa, sekitar abad 15 juga dapat dikelompokkan sebagai masyarakat Bugis. Masyarakat Suku Bugis menyebar ke berbagai penjuru Indonesia, bahkan hingga luar negeri.
Jika berbicara asal-usul suku ini, tidak ada keraguan soal panjangnya cerita yang akan kita dapat. bermula dari kebiasaan masyarakat La Sattumpugi, masyarakat yang saat ini mendiami Kabupaten Wajo, yang menyebut dirinya dengan nama to ugi. To ugi sendiri adalah sebutan bagi pengikut La Sattumpugi.
Ceritanya berlanjut hingga kemudian La Sattumpugi memiliki anak bernama We Cudai dan Batara Lattu. Batara Lattu kemudian memiliki anak bernama Sawerigading. Sawerigading sendiri menikah dengan We Cudai dan memiliki anak bernama La Galigo. La Galigo merupakan seorang sastrawan besar yang melahirkan banyak karya.
Masyarakat Bugis pun membentuk beberapa kelompok kerajaan. Kerajaan Bugis yang tergolong memiliki usia tua adalah Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, Kerajaan Soppeng, Kerajaan Sawitto, Kerajaan Sidrap, Kerajaan Rappang dan Kerajaan Sidenreng. Pernikahan yang terjadi antara masyarakat Makassar dan Mandar membuat percampuran darah antara dua budaya yang tak terpungkiri.
Suku Bugis juga menjadi identitas atau akar silsilah dari beberapa tokoh yang ada di Indonesia. Antara lain Jusuf Kalla. Kemudian ada B.J Habiebie, Sophan Sophiaan, serta Andi Mallarangeng.


Pendapat Tentang Andi
Gelar Andi selaku Gelar kehormatan yang dimiliki masyarakat Bugis pada khususnya yang disematkan pada bangsawan-bangsawan Bugis. Ada beragam pendapat yang menceritakan asal-usul dari pemberian gelar Andi ini.

Salah satu pendapat mengatakan Andi merupakan gelar kebangsawanan yang diturunakan berdasarkan garis keturunan. Setelah Bugis mendapatkan kemerdekaannya dari masyarakat Gowa. keturunan dari campuran beberapa garis keturunan mendapatkan gelar ini antara lain adalah :
Percampuran pernikahan antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Bone Sejati;
Percampuran pernikahan antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Wulu yang bekerjasama dengan Kerajaan Gowa;
Percampuran pernikahan antara keturunan Lapatau dengan putri dari Raja Wajo;
Percampuran pernikahan antara keturunan Lapatau dengan putri dari Sultan Hasanuddin;
Kemudian percampuran dari pernikahan antara anak serta cucu Lapatau dengan putri dari Raja Suppa dan Tiroang;
Hal ini, percampuran pernikahan antara anak cucu Lapatau dengan putri-putri raja dari kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat di Sulawesi.
Pemberian gelar tersebut konon merupakan upaya dari Belanda, dalam hal ini VOC, untuk membangun serta mengendalikan, dalam hal ini lebih tepatnya mengubah kehidupan sosial yang ada di Sulawesi. Itu lah mengapa ada seorang jenderal bernama Muhammad Yusuf yang menolak penggunaan nama Andi. Padahal secara garis keturunan, beliau adalah memiliki garis keturunan dari Sawerigading.
Nama Andi di Era La Pawawoi
Pendapat beberapa ahli lainnya adalah berhubungan dengan kehidupan masyarakat Bugis pada zaman pemerintahan La Pawawoi Karaeng Sigeri. Menurut cerita, pada masa pemerintahan itu, hubungan Kerajaan Bone dan pihak VOC dalam keadaan memanas. Kerajaan Bone kemudian membentuk sekelompok pasukan untuk menghadapi pasukan dari Belanda tersebut. Pasukan itu diberi nama Anre Guru Ana’ Karung.
Pemimpin dari pasukan bentukan Kerajaan Bone tersebut adalah Petta Ponggawae. Anggota dari pasukan bentukan Kerajaan Bone bukan hanya anak-anak bangsawan, tetapi juga anak dari orang-orang berkedudukan di daerahnya masing-masing. Pemuda-pemuda itu lah yang kemudian konon dianugerahi gelar Andi. Gelar itu diberikan karena mereka sudah dianggap sebagai keluarga muda Raja Bone yang rela mati demi menegakkan kehormatan yang dimiliki rajanya, atau patetong’ngi alebbirenna Puanna.
Nama Andi versi Raja Bone
Versi lain mengenai pemberian gelar Andi berhubungan dengan Raja Bone ke 30 dan 32 bernama La Mappanyukki. Beliau merupakan putra dari Raja Gowa dan putri dari Raja Bone. La Mappanyukki mendapatkan gelar Andi di depan namanya atas pengaruh dari pihak Belanda. Peristiwa itu terjadi pada 1930-an. Mengapa dalam pemberian nama Andi ini pihak Belanda memiliki pengaruh? Ini adalah siasat Belanda untuk membedakan bangsawan mana yang berpihak padanya. Para bangsawan yang menggunakan gelar Andi di depan namanya, adalah mereka yang berpihak kepada pihak Belanda.
Melihat kemudahan yang diterima para bangsawan pemihak Belanda, satu tahun kemudian, raja-raja yang berkuasa di Wilayah Sulawesi Selatan pada waktu itu,  sepakat untuk menggunakan nama Andi di depan namanya. Dalam buku milik Susan Millar juga disebutkan bahwa penggunaan nama Andi di depan awalnya adalah bertujuan untuk membedakan mana golongan bangsawan dan mana yang bukan.
Karena saat itu, terjadi perdamaian antara pihak kerajaan dengan VOC. VOC kemudian berjanji untuk melepaskan budak yang masih merupakan keturunan bangsawan dan Penggunaan nama Andi kemudian merujuk pada peristiwa tersebut.
Pengelompokkan mana bangsawan dan mana yang bukan menemukan kendala. Banyaknya budak yang dimiliki Belanda pada saat itu berimbas pada bercampurnya seluruh lapisan masyarakat. Akhirnya, diputuskan bahwa mereka yang lolos mengikuti berbagai test, yang pastinya hanya dikuasai oleh para bangsawan lah yang akan mendapatkan sertifikat. Test tersebut salah satunya adalah test sebagai montir mobil.
Dari peristiwa tersebut, gelar Andi seolah menjamur. Semua keturunan bangsawan menggunakan nama tersebut di depan nama aslinya. Penggunaan nama Andi pada saat itu juga cukup beragam di setiap kerajaan yang ada di wilayah Sulawesi Selatan Misalnya seperti yang terjadi di Kerajaan Soppeng. Kerajaan ini hanya membolehkan gelar Andi digunakan oleh keturunan ketiga.
MAKNA DARI GELAR ANDI
Ketika seseorang memang sudah ditakdirkan menjadi bangsawan, siapa yang akan memungkirinya? Gelar-gelar kebangsawanan yang ada di Indonesia ini harus diakui cukup membuat garis strata sosial semakin jelas terlihat. Tidak heran jika pada akhirnya, ada beberapa bangsawan, yang ditandai dengan gelar di depan namanya, bangga terhadap gelar yang dimilikinya.
Sehingga, gelar tersebut terus dibawa-bawa kemana pun ia pergi. Seperti gelar Andi ini sendiri. Dan hal tersebut membuat jurang pemisah antara golongan bangsawan dan golongan masyarakat biasa.
Di golongan masyarakat Bugis sendiri, khususnya mereka para orang tua, ada sebuah anggapan bahwa siapa pun yang sering mengaku-aku dirinya sebagai bangsawan dan membawa gelarnya kemana pun serta seolah menonjolkanya kepada masyarakat luas, adalah bukan keturunan murni bangsawan.
Kebanggaan mereka terhadap gelar dengan menonjolkan nama gelar yang dimiliki seolah sebagai bentuk ketakutan apabila gelar bangsawan yang dimilikinya tidak diakui. Padahal, jika memang ia adalah bangsawan murni, tanpa menggunakan embel-embel Andi di depan namanya, masyarakat akan tetap tahu bahwa ia adalah bangsawan.
Pemaknaan gelar kebangsawanan di masyarakat Indonesia, seperti Andi memang menimbulkan perbedaan pendapat. Sejatinya, menurut salah seorang keturunan bangsawan, gelar bangsawan tidak berbeda jauh dengan kadar karat yang dimiliki sebongkah emas. Ada yang kadar karatnya tinggi dan ada yang rendah. Kadar karat ini diasosiasikan sebagai tingkah laku atau kepribadian bangsawan tersebut di tengah-tengah masyarakat.
Gelar Andi sendiri seolah menjadi suatu hal yang bisa menaikkan gengsi seseorang di lingkungan masyarakat. Pada akhirnya, pemakaian gelar Andi ini banyak yang dipaksakan. Aturan berdasarkan kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan, gelar Andi hanya boleh diturunkan dari garis ayah. Jika ayahnya tidak “Andi”, ia tidak boleh menempatkan gelar tersebut di depan namanya. Sayang, aturan tersebut banyak diterabas.
Pemaknaan gelar kebangsawanan pada akhirnya seolah bergeser. Pandangan masyarakat yang terlanjur “wah” dengan gelar tersebut adalah salah satu penyebab mengapa gelar begitu sangat diagung-agungkan. Padahal, setelah meninggal nanti, satu-satunya gelar yang akan melekat adalah alm, bukan? Semoga tidak ada lagi yang memaknai gelar kebangsawanan secara salah.
Kekayaan bangsa ini ternyata juga tampak dari kekayaan nama panggilan atau gelar, hampir semua wilayah di Indonesia memiliki panggilan khas sendiri. Kita bisa ambil contoh sepertu Tengku/Teuku di Aceh, Cak dari Madura, Raden di Sunda-Jawa dan Gus dari Jawa-Bali. Di Sulawesi Selatan juga memiliki panggilan gelar yakni Andi.

Nama 'Andi' di Sulsel digunakan sebagai penanda keturunan bangsawan. Konon katanya gelar ini mulai diperkenalkan sekitar tahun 1930-an. Kala itu, B.F Matthes, seorang misionaris asal Belanda ingin membuat semacam Standen Stelsel semacam asal-usul di negeri Celebes ini. Kemudian, B.F Matthes yang mendirikan OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) meminta para muridnya untuk menuliskan asal-usul nenek moyang mereka atau silsilah keturunan.
Selain dari silsilah keturunan, Pemerintah Belanda kala itu juga mewajibkan muridnya untuk lembar pernyataan kesetiaan pada Pemerintah Hindia-Belanda. Hal itu dikarenakan sekolah ini memang dikhususkan untuk mencetak pejabat pemerintahan dan pegawai administrasi. Setelah anak-anak yang bersekolah di OSVIA ini menamatkan pendidikannya, mereka kemudian mendapat gelar Andi di depan namanya.

Sebelum masuknya pemerintah Kolonial Belanda, bukanlah nama Andi yang digunakan sebagai titel kebangsawanan melainkan La atau I untuk laki-laki dan We untuk perempuan. Sementara untuk gelar kebangsawanan digunakan Opu, Daeng, Karaeng, Arung, Bau', atau Puang, sesuai daerah dan wilayahnya. Dan tak pernah ada panggilan Andi.

Post a Comment

0 Comments